Dasar-dasar Setting Manual GPRS untuk Semua Operator

Dasar Setting Manual GPRS
Dan MMS Berbagai Operator
Mei 19, 2008
Diarsipkan di bawah:
Optimalisasi
Handphone ,Setting gprs mms
— diana @ 5:29 pm
Tags: GPRS, MMS
AXIS
Parameter Setting Manual
GPRS
Connection Name: AXIS
Data Bearer: GPRS (Paket
Data) atau PS
APN: AXIS
Username: AXIS
Password: 123456
Authentication: Normal
Proxy Address: 10.8.3.8
Proxy Port: 9201 atau 8080
Homepage: http://
wap.axisworld.co.id
Connection Security: Off
Session Mode: Permanent
Parameter Setting Manual
MMS
Connection Name: AXISmms
Data Bearer: GPRS (Paket
Data) atau PS
APN: AXISmms
Username: AXIS
Prompt Password: No
Password: 123456
Authentication: Normal
Proxy Address: 10.8.3.8
Proxy Port: 9201 atau 8080
Homepage: http://
mmsc.axisworld.co.id
Connection Security: Off
Session Mode: Permanent
Contoh Penerapan
3 THREE
Parameter Setting Manual
GPRS 3 Three
Profil Name: 3 GPRS
APN: 3gprs
Proxy Server Address:
10.4.0.10
Proxy Port Number: 3128
Data Bearer: GPRS (Paket
Data)
Username: 3gprs
Password: 3gprs
Homepage: http://
wap.three.co.id
Parameter Setting Manual
MMS 3 Three
Profil Name: 3 MMS
APN: 3mms
Proxy Server Address:
10.4.0.10
Proxy Port Number: 3128
Data Bearer: GPRS (Paket
Data)
Username: 3mms
Password: 3mms
Homepage: http://
mms.three.co.id
Contoh Penerapan
MENTARI
Parameter Setting Manual
GPRS Mentari
Profil Name: Indosat GPRS
APN: indosatgprs
Proxy Address: 10.19.19.19
Port Proxy: 8080
Data Bearer: GPRS (Paket
Data)
Username: indosat
Password: indosat
Homepage: http://wap.klub-
mentari.com
Contoh penerapan
Parameter Setting Manual
MMS Mentari
Profil Name: Indosat MMS
APN: indosatmms
Proxy Address: 10.19.19.19
Port Proxy: 8080
Data Bearer: GPRS (Paket
Data)
Username: indosat
Password: indosat
Homepage: http://
mmsc.indosat.com
Contoh penerapan
IM3
Parameter Setting Manual
GPRS IM3
Connection Name: M3-GPRS
APN: www.indosat-m3.net
Username: gprs
Password: im3
Proxy Address: 10.19.19.19
Proxy Port: 9201 atau 8081
Homepage: http://wap.m3-
access.com
Contoh penerapan
Parameter Setting Manual
MMS IM3
Connection Name: M3-MMS
APN: mms.indosat-m3.net
Username: gprs
Password: im3
Proxy Address: 10.19.19.19
Proxy Port: 9201 atau 8081
Homepage: http://mmsc.m3-
access.com
Contoh penerapan
TELKOMSEL
Parameter Setting Manual
GPRS Telkomsel
Profil Name: TSEL GPRS
Data Bearer: Packet Data
APN: telkomsel
Username: wap
Prompt Password: No
Password: wap123
Authentication: Normal
Gateway IP Address:
10.1.89.130
Proxy Serv. Address: 8000
Homepage: http://
wap.telkomsel.com
Connection Security: Off
Session Mode: Permanent
Parameter Setting Manual
MMS Telkomsel
Profil Name: TSEL- MMS
Data Bearer: Packet Data
APN: telkomsel
Username: wap
Prompt Password: No
Password: wap123
Authentication: Normal
Gateway IP Address:
10.1.89.130
Proxy Port Number: 8000
Homepage: http://
mms.telkomsel.com
Connection Security: Off
Session Mode: Permanent
XL
Parameter Setting Manual
GPRS XL
Profil Name= XL GPRS
APN: www.xlgprs.net
Username: xlgprs
Password: proxl
Proxy Server Address:
202.152.240.50
Proxy Port: 8080
Homepage: http://
wap.lifeinhand.com
Data Bearer: GPRS (Paket
Data)
Parameter Setting Manual
MMS XL
Profil Name= XL MMS
APN: www.xlmms.net
Username: xlgprs
Promt Password: No
Password: proxl
Proxy Server Address:
202.152.240.50
Proxy Port Number: 8080
Homepage: http://
mmc.xl.net.id/servlets/mms
Data Bearer: GPRS (Paket
Data)

UU RI No. 13 tahun 2003 tentang Tenaga Kerja

*UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA*
*NO.13 TAHUN 2003*
*TENTANG*
*KETENAGAKERJAAN*
*DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA*
*PREDISEN REPUBLIK
INDONESIA,*
Menimbang :
a. bahwa pembangunan
nasional dilaksanakan dalam
rangka pembangunan
manusia
Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya untuk
mewujudkan masyarakat
yang sejahtera, adil dan
makmur yang merata, baik
meteriil
maupun spiritual berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Republik
Indonesia tahun 1945;
b. bahwa dalam pelaksanaan
pembangunan nasional,
tenaga kerja mampunyai
peranan
dan kedudukan yang sangat
penting sebagai pelaku dan
tujuan pembangunan;
c. bahwa sesuai dengan
peranan dan kedudukan
tenaga kerja, diperlukan
pembangunan
ketenagakerjaan untuk
meningkatkan kualitas tenaga
kerja dan peran sertanya
dalam
pembangunan serta
peningkatan perlindungan
tenaga kerja kerja dan
keluarganya
sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan;
d. bahwa perlindungan
terhadap tenaga kerja
dimaksudkan untuk menjamin
hak-hak
dasar pekerja/buruh dan
menjamin kesamaan
kesempatan serta perlakuan
tanpa
diskriminasi atas dasar
apapun untuk mewujudkan
kesejahteraan pekerja/buruh
dan
keluarganya dengan tetap
memperhatikan
perkembangan kemajuan
dunia usaha;
e. bahwa beberapa undang-
undang di bidang
ketenagakerjaan dipandang
sudah
tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan
dan tuntutan pembangunan
ketenagakerjaan, oleh
karena itu perlu dicabut dan/
atau ditarik kembali;
f. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana
tersebut pada huruf a, b, c, d
an e
perlu membuat Undang-
undang tentang
Ketenagakerjaan;
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat
(2), Pasal 27 ayat (2), Pasal
28, dan Pasal
33 ayat (1)
Undang-Undang Dasar
Negera Republik Indonesia
tahun 1945;
Dengan Persetujuan bersama
antara
*DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA*
*DAN*
*PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA*
*MEMUTUSKAN :*
Menetapkan :
------------------------------
*Page 2*
*UNDANG-UNDANG
TENTANG
KETENAGAKERJAAN.*
*BAB I*
*KETENTUAN UMUM*
Pasal 1
Dalam undang-undang ini
yang dimaksud dengan :
1. Ketenagakerjaan adalah
segala hal yang berhubungan
dengan tenaga kerja
pada
waktu sebelum, selama dan
sesudah masa kerja.
2. Tenaga kerja adalah setiap
orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/
atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri
maupun
untuk masyarakat.
3. Pekerja/buruh adalah
setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau
imbalan
dalam bentuk lain.
4. Pemberi kerja adalah
orang perseorangan,
pengusaha, badan hukum
atau
badan-badan
lainnya yang
memperkerjakan tenaga
kerja dengan membayar upah
atau imbalan
dalam bentuk lain.
5. Pengusaha adalah :
a. orang perseorangan,
persekutuan, atau badan
hukum yang menjalankan
suatu
perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan,
persekutuan, atau badan
hukum yang secara berdiri
sendiri
menjalankan perusahaan
hukum miliknya;
c. orang perseorangan,
persekutuan atau badan
hukum yang berada di
Indonesia
mewakili perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b yang
berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.
6. Perusahaan adalah :
a. setiap bentuk usaha yang
berbadan hukum atau tidak,
milik orang
perseorangan,
milik persekutuan, atau milik
badan hukum, baik milik
swasta maupun milik
negara yang memperkerjakan
pekerja/buruh dengan
membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan
usaha-usaha lain yang
mempunyai pengurus dan
memperkerjakan orang lain
dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk
lain.
7. Perencanaan tenaga kerja
adalah proses penyusunan
rencana ketenagakerjaan
secara sistematis yang
menjadi dasar dan acuan
dalam penyusunan kebijakan,
strategi dan pelaksanaan
program pembangunan
ketenagakerjaan yang
berkesinambungan.
8. Informasi ketenagakerjaan
adalah gabungan, rangkaian
dan analisis data
yang
berbentuk angka yang diolah,
naskah dan dokumen yang
mempunyai arti, nilai
dan makna tertentu
mengenai ketenagakerjaan.
9. Pelatihan kerja adalah
keseluruhan kegiatan untuk
memberi, memperoleh,
meningkatkan, serta
mengembangkan kompetensi
kerja, produktivitas, disiplin,
sikap dan etos kerja pada
tingkat keterampilan dan
keahlian tertentu sesuai
dengan jenjang dan kualifikasi
jabatan atau pekerjaan.
------------------------------
*Page 3*
10. Kompetesi kerja adalah
kemampuan kerja setiap
individu yang mencakup
aspek
pengetahuan, keterampilan
dan sikap kerja yang sesuai
dengan standar yang
ditetapkan.
11. Pemagangan adalah
bagian dari sistem pelatihan
kerja yang
diselenggarakan
secara terpadu antara
pelatihan di lembaga
pelatihan dengan bekerja
secara
langsung di bawah bimbingan
dan pengawasan instruktur
atau pekerja secara
langsung di bawah bimbingan
dan pengawasan instruktur
atau pekerja/buruh
yang
lebih berpengalaman, dalam
proses produksi barang dan/
atau jasa di
perusahaan,
dalam rangka menguasai
keterampilan atau keahlian
tertentu.
12. Pelayanan penempatan
tenaga kerja adalah kegiatan
untuk mempertemukan
tenaga kerja dengan memberi
kerja, sehingga tenaga kerja
dapat memperoleh
pekerjaan yang sesuai dengan
bakat, minat dan
kemampuannya, dan
memberi
kerja dapat memperoleh
tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhannya.
13. Tenaga kerja asing adalah
warga negara asing
pemegang visa dengan
maksud
bekerja di wilayah Indonesia.
14. Perjanjian kerja adalah
perjanjian antara pekerja/
buruh dengan mengusaha
atau
pemberi kerja yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan
kewajiban para pihak.
15. Hubungan kerja adalah
hubungan antara pengusaha
dengan pekerja/buruh
berdasarkan perjanjian kerja,
yang mempunyai unsur
pekerjaan, upah dan
perintah.
16. Hubungan industrial
adalah suatu sistem hubungan
yang berbentuk antara
para
pelaku dalam proses produksi
barang dan/atau jasa yang
terdiri dari unsur
pengusaha, pekerja/buruh
dan pemerintah yang
berdasarkan pada nilai-nilai
Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945.
17. Serikat pekerja/serikat
buruh adalah organisasi yang
dibentuk dari, oleh
dan untuk
pekerja/buruh baik di
perusahaan maupun di luar
perusahaan, yang bersifat
bebas,
terbuka, mandiri, demokratis
dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan,
membela serta melindungi
hak dan kepentingan pekerja/
buruh serta
meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh
dan keluarganya.
18. lembaga kerja sama
bipartit adalah forum
komunikasi dan konsultasi
mengenai
hal-hal yang berkaitan
dengan hubungan industrial di
satu perusahaan yang
anggotanya terdiri dari
pengusaha dan serikat
pekerja/serikat buruh yang
susah
tercatat instansi yang
bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan atau
unsur
pekerja/buruh.
19. Lembaga kerja sama
tripartit adalah forum
komunikasi, konsultasi dan
musyawarah tentang masalah
ketenagakerjaan yang
anggotanya terdiri dari
unsur
organisasi pengusaha, serikat
pekerja/serikat buruh dan
pemerintah.
20. Peraturan perusahaan
adalah peraturan yang dibuat
secara tertulis oleh
pengusaha
yang memuat syarat-syarat
kerja dan tata tertib
perusahaan.
21. Perjanjian kerja bersama
adalah perjanjian yang
merupakan hasil
perundingan
antara serikat pekerja/serikat
buruh atau beberapa serikat
pekerja/serikat
buruh
yang tercatat pada instansi
yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan
dengan pengusaha, atau
beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang
memuat syarat-syarat kerja,
hak dan kewajiban kedua
belah pihak.
22. Perselisihan hubungan
industrial adalah perbedaan
pendapat yang
mengakibatkan
pertentangan antara
pengusaha atau gabungan
pengusaha dengan pekerja/
buruh
------------------------------
*Page 4*
atau serikat perkerja/serikat
buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak,
perselisihan kepentingan dan
perselisihan pemutusan
hubungan kerja serta
perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya
dalam satu
perusahaan.
23. Mogok kerja adalah
tindakan pekerja/buruh yang
direncanakan dan
dilaksanakan
secara bersama-sama dan/
atau oleh serikat/pekerja
buruh untuk menghentikan
atau memperlambat
pekerjaan.
24. Penutupan perusahaan
(lock aut) adalah tindakan
pengusaha untuk menolak
pekerja/buruh seluruhnya
atau sebagian untuk
menjalankan pekerjaan.
25. Pemutusan hubungan
kerja adalah pengakhiran
hubungan kerja karena suatu
hal
tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan
kewajiban antara
pekerja/buruh
dan pengusaha.
26. Anak adalah satiap orang
yang berumur dibawah 18
(delapan belas) tahun.
27. Siang hari adalah waktu
antara pukul 06.00 sampai
dengan pukul 18.00.
28. 1 (satu) hari adalah waktu
selama 24 (dua puluh empat)
jam.
29. Seminggu adalah waktu
selama 7 (tujuh) hari.
30. Upah adalah hak pekerja/
buruh yang diterima dan
dinyatakan dalam bentuk
uang
sebagai imbalan dari
pengusaha atau pemberi
kerja kepada pekerja/buruh
yang
ditetapkan dan dibayarkan
menurut suatu perjanjian
kerja, kesepakatan atau
peraturan perundang-
undangan, termasuk
tunjangan dari pekerja/buruh
dan
keluarganya atas suatu
pekerjaan dan/atau jasa yang
telah atau akan
dilakukan.
31. Kesejahteraan pekerja/
buruh adalah suatu
pemenuhan kebutuhan dan/
atau
keperluan yang bersifat
jasmaniah dan rohaniah, baik
di dalam maupun di luar
hubungan kerja, yang secara
langsung atau tidak langsung
dapat mempertinggi
produktivitas kerja dalam
lingkungan kerja yang aman
dan sehat.
32. Pengawasan
ketenagakerjaan adalah
kegiatan mengawasi dan
menegakkan
pelaksanaan peraturan
perundang-undangan di
bidang ketenagakerjaan.
33. Menteri adalah menteri
yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan.
*BAB II*
*LANDASAN, ASAS DAN
TUJUAN*
Pasal 2
Pembangunan
ketenagakerjaan berlandasan
Pancasila dan Undang Dasar
Negara
Republik Indonesia Tahun
1945.
Pasal 3
Pembangunan
ketenagakerjaan
diselenggarakan atas asas
keterpaduan dengan
malalui
koordinasi fungsional lintas
sektoral pusat dan daerah.
Pasal 4
Pembangunan
ketenagakerjaan bertujuan :
a. memberdayakan dan
mendayagunakan tenaga
kerja secara optimal dan
manusiawi;
b. mewujudkan pemerataan
kesempatan kerja dan
penyediaan tenaga kerja yang
sesuai
dengan kebutuhan
pembangunan nasional dan
daerah;
c. memberikan perlindungan
kepada tenaga kerja dalam
mewujudkan
kesejahteraan; dan
d. meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja
dan keluarganya.
------------------------------
*Page 5*
*BAB III*
*KESEMPATAN DAN
PERLAKUAN YANG SAMA*
Pasal 5
Setiap tenaga kerja memiliki
kesempatan yang sama tanpa
diskriminasi untuk
memperoleh pekerjaan.
Pasal 6
Setiap pekerja/buruh berhak
memperoleh perlakuan yang
sama tanpa
diskriminasi dari
pengusaha.
*BAB IV*
*PERENCANAAN TENAGA
KERJA DAN INFORMASI
KETENAGAKERJAAN*
Pasal 7
(1) Dalam rangka
pembangunan
ketenagakerjaan, pemerintah
menetapkan
kebijakan
dan menyusun perencanaan
tenaga kerja.
(2) Perencanaan tenaga kerja
meliputi :
a. perencanaan tenaga kerja
makro; dan
b. perencanaan tenaga kerja
mikro
(3) Dalam penyusunan
kebijakan, strategi dan
pelaksanaan program
pembangunan
ketenagakerjaan yang
berkesinambungan,
pemerintah harus
berpedoman pada
perencanaan tenaga kerja
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)
Pasal 8
(1) Perencanaan tenaga kerja
disusun atas dasar informasi
ketenagakerjaan
yang antara
lain meliputi :
a. penduduk dan tenaga
kerja;
b. kesempatan kerja;
c. pelatihan kerja termasuk
kompetensi kerja;
d. produktivitas tenaga kerja;
e. hubungan industrial;
f. kondisi linkungan kerja;
g. pengupahan dan
kesejahteraan tenaga kerja;
dan
h. jaminan sosial tenaga
kerja.
(2) Informasi ketenagakerjaan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diperoleh
dari
semua pihak yang terkait,
baik instansi pemerintah
maupun swasta.
(3) Ketentuan menganai tata
cara memperoleh informasi
ketenagakerjaan dan
penyusunan serta
pelaksanaan perencanaan
tenaga kerja sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
------------------------------
*Page 6*
*BAB V*
*PELATIHAN KERJA*
Pasal 9
Pelatihan kerja
diselenggarakan dan
diarahkan untuk membekali,
meningkatkan
dan
mengembangkan kompetensi
kerja guna meningkatkan
kemampuan, produktivitas
dan
kesejahteraan.
Pasal 10
(1) Pelatihan kerja
dilaksanakan dengan
memperhatikan kebutuhan
pasar kerja
dan
dunia usaha, baik di dalam
maupun di luar hubungan
kerja.
(2) Pelatihan kerja
diselenggarakan berdasarkan
program pelatihan yang
mengacu pada
standar kompetensi kerja.
(3) Pelatihan kerja dapat
dilakukan secara berjenjang.
(4) Ketentuan mengenai tata
cara penetapan standar
kompetensi kerja
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2)
diatur dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 11
Setiap tenaga kerja berhak
untuk memperoleh dan/atau
meningkatkan dan/atau
mengembangkan kompetensi
kerja sesuai dengan bakat,
minat dan kemampuannya
melalui pelatihan kerja.
Pasal 12
(1) Pengusaha bertanggung
jawab atas peningkatan dan/
atau pengembangan
kompetensi pekerjannya
melalui pelatihan kerja.
(2) Peningkatan dan/atau
pengembangan kompetensi
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diwajibkan bagi
pengusaha yang memenuhi
persyaratan yang diatur
dengan
Keputusan Menteri.
(3) Setiap pekerja/buruh
memiliki kesempatan yang
sama untuk mengikuti
pelatihan
kerja sesuai dengan bidang
tugasnya.
Pasal 13
(1) Pelatihan kerja
diselenggarakan oleh
lembaga pelatihan kerja
pemerintah
dan/atau
lembaga pelatihan kerja
swasta
(2) Pelatihan kerja dapat
diselenggarakan di tempat
pelatihan atau tempat
kerja.
(3) Lembaga pelatihan kerja
pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
dalam
menyelenggarakan pelatihan
kerja dapat bekerja sama
dengan swasta.
Pasal 14
(1) Lembaga pelatihan kerja
swasta dapat berbentuk
badan hukum Indonesia
atau
perorangan.
------------------------------
*Page 7*
(2) Lembaga pelatihan kerja
swasta sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
wajib
memperoleh izin atau
mendaftar ke instansi yang
bertanggung jawab dibidang
ketenagakerjaan di
kabupaten/kota.
(3) Lembaga pelatihan kerja
yang diselenggarakan oleh
instansi pemerintah
mendaftarkan kegiatannya
kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan di
kabupaten/kota.
(4) Ketentuan mengenai tata
cara perizinan dan
pendaftaran lembaga
pelatihan
kerja
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 15
Penyelenggara pelatihan
kerja wajib memenuhi
persyaratan :
a.
tersedianya tenaga
kepelatihan;
b.
adanya kurikulum yang sesuai
dengan tingkat pelatihan;
c.
tersediannya sarana dan
prasarana pelatihan kerja;
dan
d.
tersediannya dana bagi
kelangsungan kegiatan
penyelenggaraan pelatihan
kerja.
Pasal 16
(1) Lembaga pelatihan kerja
swasta yang telah
memperoleh izin dan lembaga
pelatihan
kerja pemerintah yang telah
terdaftar dapat memperoleh
akreditasi dari
lembaga
akreditas.
(2) Lembaga akreditasi
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) bersifat
independen
terdiri atas unsur masyarakat
dan pemerintah ditetapkan
dengan Keputusan
menteri.
(3) Organisasi dan tata kerja
lembaga akreditasi
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2)
diatur dengan Keputusan
Menteri
Pasal 17
(1) Instansi yang bertanggung
jawab di bidang
ketenagakerjaan di
kabupaten/kota dapat
menghentikan sementara
pelaksanaan
penyelenggaraan pelatihan
kerja, apabila
dalam pelaksanaannya
ternyata :
a. tidak sesuai dengan arah
pelatihan kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
9;
dan/atau
b. tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15.
(2) Penghentian sementara
pelaksanaan
penyelenggaraan pelatihan
kerja
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1),
disertai alasan dan saran
perbaikan dan berlaku
paling
lama 6 (enam) bulan.
(3) Penghentian sementara
pelaksanaan
penyelenggaraan pelatihan
kerja hanya
dikenakan terhadap program
pelatihan yang tidak
memenuhi syarat
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 dan
Pasal 15.
(4) Bagi penyelenggara
pelatihan kerja dalam waktu
6 (enam) bulan tidak
memenuhi
dan melengkapi saran
perbaikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2)
dikenakan
sanksi penghentian program
pelatihan.
(5) Penyelenggara pelatihan
kerja yang tidak mentaati dan
tetap melaksanakan
program
pelatihan kerja yang telah
dihentikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4)
dikenakan sanksi pencabutan
izin dan pembatalan
pendaftaran penyelenggara
pelatihan.
------------------------------
*Page 8*
(6) Ketentuan mengenai tata
cara penghentian sementara,
penghentian,
pencabutan izin,
dan pembatalan pendaftaran
diatur dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 18
(1) Tenaga kerja berhak
memperoleh pengakuan
kompetensi kerja setelah
mengikuti
pelatihan kerja yang
diselenggarakan lembaga
pelatihan kerja pemerintah,
lembaga
pelatihan kerja swasta, atau
pelatihan di tempat kerja.
(2) Pengakuan kompetensi
kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan
melalui sertifikasi kompetensi
kerja.
(3) Sertifikasi kompetensi
kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dapat
pula
diikuti oleh tenaga kerja yang
telah berpengalaman.
(4) Untuk melaksanakan
sertifikasi kompetensi kerja
dibentuk badan nasional
sertifikasi profesi yang
independen.
(5) Pembentukan badan
nasional sertifikasi profesi
yang independen
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4)
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 19
Pelatihan kerja bagi tenaga
kerja penyandang cacat
dilaksanakan dengan
memperhatikan
jenis, derajat kecacatan, dan
kemampuan tenaga kerja
penyandang cacat yang
bersangkutan.
Pasal 20
(1) Untuk mendukung
peningkatan pelatihan kerja
dalam rangka pembangunan
ketenagakerjaan,
dikembangkan satu sistem
pelatihan kerja nasional yang
merupakan acuan
pelaksanaan pelatihan kerja
di semua bidang dan/atau
sektor.
(2) Ketentuan mengenai
bentuk, mekanisme, dan
kelembagaan sistem
pelatihan
kerja
nasional sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 21
Pelatihan kerja dapat
diselenggarakan dengan
sistem pemagangan.
Pasal 22
(1) Pemagangan dilaksanakan
atas dasar perjanjian
pemagangan antara peserta
dengan
pengusaha yang dibuat secara
tertulis.
(2) Perjanjian pemagangan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1),
sekurang-kurangnya
memuat ketentuan hak dan
kewajiban peserta dan
pengusaha serta jangka
waktu
pemagangan.
(3) Pemagangan yang
diselenggarakan tidak melalui
perjanjian pemagangan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), dianggap tidak sah
dan status peserta
berubah menjadi pekerja/
buruh perusahaan yang
bersangkutan.
Pasal 23
Tenaga kerja yang telah
mengikuti program
pemagangan berhak atas
pengakuan
kualifikasi kompetensi kerja
dari perusahaan atau
lembaga sertifikasi.
------------------------------
*Page 9*
Pasal 24
Pemagangan dapat
dilaksanakan di perusahaan
sendiri atau di tempat
penyelenggaraan
pelatihan kerja, atau
perusahaan lain, baik di
dalam maupun di luar wilayah
Indonesia.
Pasal 25
(1) Pemagangan yang
dilakukan di luar wilayah
Indonesia wajib mendapat izin
dari
Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk.
(2) Untuk memperoleh izin
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), penyelenggara
pemagangan harus berbentuk
badan hukum Indonesia sesuai
dengan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
(3) Ketentuan mengenai tata
cara perizinan pemagangan di
luar wilayah
Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2), diatur
dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 26
(1) Penyelenggaraan
pemagangan di luar wilayah
Indonesia harus
memperhatikan
:
a.
harkat dan martabat bangsa
Indonesia;
b.
penguasaan kompetensi yang
lebih tinggi; dan
c.
perlindungan dan
kesejahteraan peserta
pemagangan, termasuk
melaksanakan
ibadahnya.
(2) Menteri atau pejabat yang
ditunjuk dapat menghentikan
pelaksanaan
pemagangan
di luar wilayah Indonesia
apabila di dalam
pelaksanaannya ternyata
tidak
sesuai
dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
Pasal 27
(1) Menteri dapat mewajibkan
kepada perusahaan yang
memenuhi persyaratan
untuk
melaksanakan program
pemagangan.
(2) Dalam menetapkan
persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1),
Menteri
harus memperhatikan
kepentingan perusahaan,
masyarakat dan negara.
Pasal 28
(1) Untuk memberikan saran
dan pertimbangan dalam
penetapan kebijakan serta
melakukan koordinasi
pelatihan kerja dan
pemagangan dibentuik
lembaga
koordinasi pelatihan kerja
nasional.
(2) Pembentukan,
keanggotaan dan tata kerja
lembaga koodinasi pelatihan
kerja
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), diatur dengan
Keputusan Presiden.
Pasal 29
(1) Pemerintah Pusat
dan.atau Pemerintah Daerah
melakukan pembinaan
pelatihan
kerja dan pemagangan.
(2) Pembinaan pelatihan kerja
dan pemagangan ditujukan ke
adah peningkatan
relevansi, kualitas dan
efisiensi penyelenggaraan
pelatihan kerja dan
produktivitas.
(3) Peningkatan produktivitas
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), dilakukan
melalui
pengembangan budaya
produktif, etos kerja,
teknologi, dan efisiensi
kegiatan
ekonomi, menuju terwujudnya
produktivitas nasional.
Pasal 30
------------------------------
*Page 10*
(1) Untuk meningkatkan
produktivitas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29
ayat (2)
dibentuk lembaga
produktivitas yang bersifat
nasional.
(2) Lembaga produktivitas
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) berbentuk
jejaring
kelembagaan pelayanan
peningkatan produktivitas,
yang bersifat lintas sektor
maupun daerah.
(3) Pembentukan,
keanggotaan, dan tata kerja
lembaga produktivitas
nasional
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), diatur dengan
keputusan Presiden.
*BAB VI*
*PENEMPATAN TENAGA
KERJA*
Pasal 31
Setiap tenaga kerja
mempunyai hak dan
kesempatan yang sama untuk
memilih,
mendapatkan atau pindah
pekerjaan dan memperoleh
penghasilan yang layak di
dalam
atau di luar negeri.
Pasal 32
(1) Penempatan tenaga kerja
kerja dilaksanakan
berdasarkan asas terbuka,
bebas dan
obyektif, serta adil dan setara
tanpa diskriminasi.
(2) Penempatan tenaga kerja
diarahkan untuk
menempatkan tenaga kerja
pada
jabatan
yang tepat sesuai dengan
keahlian, keterampilan,
bakat, minat dan kemampuan
dengan memperhatikan
harkat, martabat, hak asasi
dan perlindungan hukum.
(3) Penempatan tenaga kerja
dilaksanakan dengan
memperhatikan pemrataan
kesempatan kerja dan
penyediaan tenaga kerja
sesuai dengan kebutuhan
program
nasional dan daerah.
Pasal 33
Penempatan tenaga kerja
terdiri dari :
a.
penempatan tenaga kerja di
dalam negeri; dan
b.
penempatan tenga kerja di
luar negeri.
Pasal 34
Ketentuan mengenai
penempatan tenaga kerja di
luar negeri sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 33 huruf b diatur
dengan undang-undang.
Pasal 35
(1) Pemberi kerja yang
memerlukan tenaga kerja
dapat merekrut sendiri
tenaga
kerja
yang dibutuhkan atau melalui
pelaksana penempatan
tenaga kerja.
(2) Pelaksana penempatan
tenaga kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
wajib
memberikan perlindungan
sejak rekrutmen sampai
penempatan tenaga kerja.
(3) Pemberi kerja
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dalam
mempekerjakan
tenaga
kerja wajib memberikan
perlindungan yang mencakup
kesejahteraan, keselamatan
dan kesehatan baik mental
maupun fisik tenaga kerja.
Pasal 36
------------------------------
*Page 11*
(1) Penempatan tenaga kerja
oleh pelaksana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
35
ayat (1) dilakukan dengan
memberikan pelayanan
penempatan tenaga kerja.
(2) Pelayanan penempatan
tenaga kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
bersifat
terpadu dalam satu sistem
penempatan tenaga kerja
yang meliputi unsur-unsur
:
a.
pencari kerja;
b.
lowongan pekerjaan;
c.
informasi pasar kerja;
d.
mekanisme antar kerja; dan
e.
kelembagaan penempatan
tenaga kerja.
(3) Unsur-unsur sistem tenaga
kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2)
dapat
dilaksanakan secara terpisah
yang ditunjukan untuk
terwujudnya penempatan
tenaga kerja.
Pasal 37
(1) Pelaksana penempatan
tenaga kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35
ayat (1)
terdiri dari :
a.
instansi pemerintah yang
bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan; dan
b.
lelmbaga swasta berbadan
hukum.
(2) Lembaga penempatan
tenaga kerja swasta
sebagaimana dimaksud dalam
ayat
(1)
huruf b dalam melaksanakan
pelayanan penempatan
tenaga kerja wajib memiliki
izin tertulis dari Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
Pasal 38
(1) Pelaksana penempatan
tenaga kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37
ayat (1)
huruf a, dilarang memungut
biaya penempatan, baik
langsung maupun tidak
langsung, sebagian atau
keseluruhan kepada tenaga
kerja dan pengguna tenaga
kerja.
(2) Lembaga penempatan
tenaga kerja swasta
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
37
ayat (1) huruf b, hanya dapat
memungut biaya penempatan
tenaga kerja dari
pengguna tenaga kerja dan
dari tenaga kerja golongan
dan jabatan tertentu.
(3) Golongan dan jabatan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) ditetapkan
dengan
Keputusan Menteri.
*BAB VII*
*PERLUASAN KESEMPATAN
KERJA*
Pasal 39
(1) Pemerintah bertanggung
jawab mengupayakan
perluasan kesempatan kerja
baik di
dalam maupun di luar
hubungan kerja.
(2) Pemerintah dan
masyarakat bersama-sama
mengupayakan perluasan
kesempatan
kerja baik di dalam maupun
di luar hubungan kerja.
(3) Semua kebijakan
pemerintah baik pusat
maupun daerah di setiap
sektor
diarahkan
untuk mewujudkan perluasan
kesempatan kerja baik di
dalam maupun di luar
hubungan kerja.
------------------------------
*Page 12*
(4) Lembaga keuangan baik
perbankan maupun non
perbankan, dan dunia usaha
perlu
membantu dan memberikan
kemudahan bagi setiap
kegiatan masyarakat yang
dapat
menciptakan atau
mengembangkan perluasan
kesempatan kerja.
Pasal 40
(1) Perluasan kesempatan
kerja di luar hubungan kerja
dilakukan melalui
penciptaan
kegiatan yang produktif dan
berkelanjutan dengan
mendayagunakan potensi
sumber
daya alam, sumber daya
manusia dan teknologi tepat
guna.
(2) Penciptaan perluasan
kesempatan kerja
sebagaimana dimaksud dalam
ayat
(1)
dilakukan dengan pola
pembentukan dan pembinaan
tenaga kerja mandiri,
penerapan sistem padat
karya, penerapan teknologi
tepat guna, dan
pendayagunaan
tenaga kerja sukarela atau
pola lain yang dapat
mendorong terciptanya
perluasan
kesempatan kerja.
Pasal 41
(1) Pemerintah menetapkan
kebijakan ketenagakerjaan
dan perluasan kesempatan
kerja.
(2) Pemerintah dan
masyarakat bersama-sama
mengawasi pelaksanaan
kebijakan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
(3) Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dapat
dibentuk
badan koordinasi yang
beranggotaka unsur
pemerintah dan unsur
masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai
perluasan kesempatan kerja,
dan pembentukan badan
koordinasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39,
Pasal 40 dan ayat (3) dalam
pasal ini diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
*BAB VIII*
*PENGGUNAAN TENAGA
KERJA ASING*
Pasal 42
(1) Setiap pemberi kerja yang
mempekerjakan tenaga kerja
asing wajib
memiliki izin
tertulis dari Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
(2) Pemberi kerja
perseorangan dilarang
mempekerjakan tenaga kerja
asing.
(3) Kewajiban memiliki izin
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), tidak
berlaku bagi
perwakilan negara asing yang
mempergunakan tenaga kerja
asing sebagai
pegawai
diplomatik dan konsuler.
(4) Tenaga kerja asing dapat
dipekerjakan di Indonesia
hanya dalam hubungan
kerja
untuk jabatan tertentu dan
waktu tertentu.
(5) Ketentuan mengenai
jabatan tertentu dan waktu
tertentu sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (4) ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.
(6) Tenaga kerja asing
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4) yang masa
kerjanya habis
dan tidak dapat diperpanjang
dapat digantikan oleh tenaga
kerja asing
lainnya.
Pasal 43
(1) Pemberi kerja yang
menggunakan tenaga kerja
asing harus memiliki rencana
penggunaan tenaga kerja
asing yang disahkan oleh
Menteri atau pejaba yang
ditunjuk.
------------------------------
*Page 13*
(2) Rencana penggunaan
tenaga kerja asing
sebagaimana dimaksud dalam
ayat
(1)
sekurang-kurangnya memuat
keterangan :
a.
alasan penggunaan tenaga
kerja asing;
b.
jabatan dan/atau kedudukan
tenaga kerja asing dalam
struktur organisasi
perusahaan yang
bersangkutan;
c.
jangka waktu penggunaan
tenaga kerja asing; dan
d.
penunjukan tenaga kerja
warga negara Indonesia
sebagai pendamping tenaga
kerja asing yang
dipekerjakan.
(3) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
tidak berlaku bagi
instansi
pemerintah, badan-badan
internasional dan perwakilan
negara asing.
(4) Ketentuan mengenai tata
cara pengesahan rencana
penggunaan tenaga kerja
asing
diatur dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 44
(1) Pemberi kerja tenaga
kerja asing wajib menaati
ketentuan mengenai
jabatan dan
standar kompetensi yang
berlaku.
(2) Ketentuan mengenai
jabatan dan standar
kompetensi sebagaimana
dimaksud
dalam
ayat (1) diatur dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 45
(1) Pemberi kerja tenaga
kerja asing wajib :
a.
menunjuk tenaga kerja warga
negara Indonesia sebagai
tenaga pendamping
tenaga kerja asing yang
dipekerjakan untuk alih
teknologi dan alih keahlian
dari tenaga kerja asing; dan
b.
melaksanakan pendidikan dan
pelatihan kerja bagi tenaga
kerja Indonesia
sebagaimana dimaksud pada
huruf a yang sesuai dengan
kualifikasi jabatan
yang diduduki oleh tenaga
kerja asing.
(2) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
tidak berlaku bagi tenaga
kerja
asing yang menduduki jabatan
direksi dan/atau komisaris.
Pasal 46
(1) Tenaga kerja asing
dilarang menduduki jabatan
yang mengurusi personalia
dan/atau
jabatan-jabatan tertentu.
(2) Jabatan-jabatan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur
dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 47
(1) Pemberi kerja wajib
membayar kompensasi atas
setiap tenaga kerja asing
yang
dipekerjakannya.
(2) Kewajiban membayar
kompensasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
tidak
berlaku bagi instansi
pemerintah, perwakilan
negara asing, badan-badan
internasional, lembaga sosial,
lembaga keagamaan, dan
jabatan-jabatan
tertentu di
lembaga pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai
jabatan-jabatan tertentu di
lembaga pendidikan
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2)
diatur dengan Keputusan
Menteri.
------------------------------
*Page 14*
(4) Ketentuan mengenai
besarnya kompensasi dan
penggunaannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
Pemberi kerja yang
mempekerjakan tenaga kerja
asing wajib memulangkan
tenaga
kerja
asing ke negara asalnya
setelah hubungan kerjanya
berakhir.
Pasal 49
Ketentuan mengenai
penggunaan tenaga kerja
asing serta pelaksanaan
pendidikan dan
pelatihan tenaga kerja
pendamping diatur dengan
Keputusan Presiden.
*BAB IX*
*HUBUNGAN KERJA*
Pasal 50
Hubungan kerja terjadi
karena adanya perjanjian
kerja antara pengusaha dan
pekerja/buruh.
Pasal 51
(1) Perjanjian kerja terjadi
karena adanya perjanjian
kerja antara pengusaha
dan
pekerja/buruh.
(2) Perjanjian kerja yang
dipersyaratkan secara tertulis
dilaksanakan sesuai
dengan
peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 52
(1) Perjanjian kerja dibuat
atas dasar :
a.
kesepakatan kedua belah
pihak;
b.
kemampuan atau kecakapan
melakukan perbuatan hukum;
c.
adanya pekerjaan yang
diperjanjikan; dan
d.
pekerjaan yang diperjanjikan
tidak bertentangan dengan
ketertiban umum,
kesusilaan dan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Perjanjian kerja yang
dibuat oleh para pihak yang
bertentangan dengan
ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a dan b dapat
dibatalkan.
(3) Perjanjian kerja yang
dibuat oleh para pihak yang
bertentangan dengan
ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf c dan d batal
demi hukum.
Pasal 53
Segala hal dan/atau biaya
yang diperlukan bagi
pelaksanaan pembuatan
perjanjian kerja
dilaksanakan oleh dan
menjadi tanggung jawab
pengusaha.
Pasal 54
(1) Perjanjian kerja yang
dibuat secara tertulis
sekurang-kurangnya
memuat :
a.
nama, alamat perusahaan
dan jenis usaha;
b.
nama, jenis kelamin, umum
dan alamat pekerja/buruh;
------------------------------
*Page 15*
c.
jabatan atau jenis pekerjaan;
d.
tempat pekerjaan;
e.
besarnya upah dan cara
pembayarannya;
f.
syarat-syarat kerja yang
memuat hak dan kewajiban
pengusaha dan
pekerja/buruh.
g.
mulai dan jangka waktu
berlakunya perjanjian kerja;
h.
tempat dan tanggal perjanjian
kerja dibuat; dan
i.
tanda tangan para pihak
dalam perjanjian kerja.
(2) Ketentuan dalam
perjanjian kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
huruf e dan
f, tidak boleh bertentangan
dengan peraturan
perusahaan, perjanjian kerja
bersama,
dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(3) Perjanjian kerja
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dibuat
sekurang-kurangnya
rangkap 2 (dua), yang
mempunyai kekuatan hukum
yang sama, serta
pekerja/buruh
dan pengusaha masing-
masing mendapat 1 (satu)
perjanjian kerja.
Pasal 55
Perjanjian kerja tidak dapat
ditarik kembali dan/atau
diubah, kecuali atas
persetujuan para
pihak.
Pasal 56
(1) Perjanjian kerja dibuat
untuk waktu tertentu atau
untuk waktu tidak
tertentu.
(2) Perjanjian kerja untuk
waktu tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1)
didasarkan atas ;
a.
jangka waktu; atau
b.
selesainya suatu pekerjaan
tertentu.
Pasal 57
(1) Perjanjian kerja untuk
waktu tertentu dibuat secara
tertulis serta harus
menggunakan bahasa
Indonesia dan huruf latin.
(2) Perjanjian kerja untuk
waktu tertentu yang dibuat
tidak tertulis
bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
dinyatakan sebagai perjanjian
kerja untuk waktu tisak
tertentu.
(3) Dalam hal perjanjian kerja
dibuat dalam bahasa
Indonesia dan bahasa
asing, apabila
kemudahan terdapat
perbedaan penafsiran antara
keduanya, maka yang berlaku
perjanjian kerja yang dibuat
dalam bahasa Indonesia.
Pasal 58
(1) Perjanjian kerja untuk
waktu tertentu tidak dapat
mensyaratkan adanya
masa
percobaan kerja.
(2) Dalam hal diisyaratkan
masa percobaan kerja dalam
perjanjian kerja
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1),
masa percobaan kerja yang
diisyaratkan batal demi
hukum.
Pasal 59
------------------------------
*Page 16*
(1) Perjanjian kerja untuk
waktu tertentu hanya dapat
dibuat untuk pekerjaan
tertentu
yang menurut jenis dan sifat
atau kegiatan pekerjaannya
akan selesai dalam
waktu
tertentu, yaitu :
a.
pekerjaan yang sekali selesai
atau yang sementara
sifatnya;
b.
pekerjaan yang diperkirakan
penyelesaiannya dalam waktu
yang tidak terlalu
lama dan paling lama 3 (tiga)
tahun;
c.
pekerjaan yang bersifat
musiman; atau
d.
pekerjaan yang berhubungan
dengan produk baru, kegiatan
baru, atau produk
tambahan yang masih dalam
percobaan atau penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk
waktu tertentu tidak dapat
diadakan untuk
pekerjaan yang
bersifat tetap.
(3) Perjanjuan kerja untuk
waktu tertentu dapat
diperpanjang atau
diperbaharui.
(4) Perjanjian kerja waktu
tertentu yang didasarkan atas
jangka waktu
tertentu dapat
diadakan untuk paling lama 2
(dua) tahun dan hanya boleh
diperpanjang 1
(satu)
kali untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun.
(5) Pengusaha yang
bermaksud memperpanjang
perjanjian kerja waktu
tertentu
tersebut, paling lama 7
(tujuh) hari sebelum
perjanjian kerja waktu
tertentu
berakhir
telah memberitahukan
maksudnya secara tertulis
kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan.
(6) Pembaruan perjanjian
kerja waktutertentu hanya
dapat diadakan setelah
melebihi
masa tenggang waktu 30 (tiga
puluh) hari berakhirnya
perjanjian kerja waktu
tertentu yang lama,
pembaharuan perjanjian kerja
waktu tertentu ini hanya
boleh
dilakukan 1 (satu) kali dan
paling lama 2 (dua) tahun.
(7) Perjanjian kerja untuk
waktu tertentu yang tidak
memenuhi ketentuan
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), ayat (4), ayat (5) dan
ayat (6) maka demi
hukum
menjadi penjanjian kerja
waktu tidak tertentu.
(8) Hal-hal lain yang belum
diatur dalam Pasal ini akan
diatur lebih lanjut
dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 60
(1) Perjanjian kerja untuk
waktu tidak tertentu dapat
mensyaratkan masa
percobaan
kerja paling lama 3 (tiga)
bulan.
(2) Dalam masa percobaan
kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1),
pengusaha
dilarang membayar upah di
bawah upah minimum yang
berlaku.
Pasal 61
(1) Perjanjian kerja berakhir
apabila :
a.
pekerja meninggal dunia;
b.
berakhirnya jangka waktu
perjanjian kerja;
c.
adanya putusan pengadilan
dan/atau putusan atau
penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang
telah mempunyai
kekuatan hukum tetap; atau
d.
adanya keadaan atau
kejadian tertentu yang
dicantumkan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama
yang dapat
menyebabkan berakhirnya
hubungan kerja.
------------------------------
*Page 17*
(2) Perjanjian kerja tidak
berakhir karena
meninggalnya pengusaha
atau
beralihnya hak
atas perusahaan yang
disebabkan penjualan,
pewarisan, atau hibah.
(3) Dalam hal terjadi
pengalihan perusahaan maka
hak-hak pekerja/buruh
menjadi
tanggung jawab pengusaha
baru, kecuali ditentukan lain
dalam perjanjian
pengalihan yang tidak
mengurangi hak-hak pekerja/
buruh.
(4) Dalam hal pengusaha,
orang perseorangan,
meninggal dunia, ahli waris
pengusaha
dapat mengakhiri perjanjian
kerja setelah merundingkan
dengan pekerja/buruh.
(5) Dalam hal pekerja/buruh
meninggal dunia, ahli waris
pekerja/buruh berhak
mendapatkan hak-haknya
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku atau hak-hak yang
telah diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.
Pasal 62
Apabila salah satu pihak
mengakhiri hubungan kerja
sebelum berakhirnya
jangka waktu
yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja waktu
tertentu, atau berakhirnya
hubungan kerja
bukan karena ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 61 ayat (1), pihak
yang
mengakhiri hubungan kerja
diwajibkan membayar ganti
rugi kepada pihak
lainnya
sebesar upah pekerja/buruh
sampai batas waktu
berakhirnya jangka waktu
perjanjian
kerja.
Pasal 63
(1) Dalam hal perjanjian kerja
waktu tidak tertentu dibuat
secara lisan,
maka pengusaha
wajib membuat surat
pengangkatan bagi pekerja/
buruh yang bersangkutan.
(2) Surat pengangkatan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1),
sekurang-kurangnya
memuat keterangan :
a.
nama dan alamat pekerja/
buruh;
b.
tanggal mulai bekerja;
c.
jenis pekerjaan; dan
d.
besarnya upah.
Pasal 64
Perusahaan dapat
menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan
kepada
perusahaan
lainnya melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan atau
penyediaan jasa
pekerja/buruh
yang dibuat secara tertulis.
Pasal 65
(1) Penyerahan sebagian
pelaksanaan pekerjaan
kepada perusahaan lain
dilaksanakan
melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan yang
dibuat secara tertulis.
(2) Pekerjaan yang dapat
diserahkan kepada
perusahaan lain sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (1) harus
memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a.
dilakukan secara terpisah
dari kegiatan utama;
b.
dilakukan dengan perintah
langsung atau tidak langsung
dari pemberi
pekerjaan;
c.
merupakan kegiatan
penunjang perusahaan secara
keseluruhan; dan
d.
tidak menghambat proses
produksi secara langsung.
------------------------------
*Page 18*
(3) Perusahaan lain
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus berbentuk
badan
hukum.
(4) Perlindungan kerja dan
syarat-syarat kerja bagi
pekerja/buruh pada
perusahaan lain
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) sekurang-kurangnya
sama dengan
perlindungan kerja dan
syarat-syarat kerja pada
perusahaan pemberi
pekerjaan
atau
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
(5) Perubahan dan/atau
penambahan syarat-syarat
sebagaimana dimaksud dalam
ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.
(6) Hubungan kerja dalam
pelaksanaan pekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat
(1) diatur dalam perjanjian
kerja secara tertulis antara
perusahaan lain dan
pekerja/buruh yang
dipekerjakannya.
(7) Hubungan kerja
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (6) dapat didasarkan
atau
perjanjian kerja waktu tidak
tertentu atau perjanjian kerja
waktu tertentu
apabila
memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59.
(8) Dalam hal ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dan ayat (3)
tidak
terpenuhi, maka demi hukum
status hubungan kerja
pekerja/buruh dengan
perusahaan penerima
pemborongan beralih menjadi
hubungan kerja pekerj/buruh
dengan perusahaan pemberi
pekerjaan.
(9) Dalam hal hubungan kerja
beralih ke perusahaan
pemberi pekerjaan
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (8),
maka hubungan kerja
pekerja/buruh dengan
pemberi
pekerjaan sesuai dengan
hubungan kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (7).
Pasal 66
(1) Pekerja/buruh dari
perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh tidak boleh
digunakan
oleh pemberi kerja untuk
melaksanakan kegiatan
pokok atau kegiatan yang
berhubungan langsung
dengan proses produksi,
kecuali untuk kegiatan jasa
penunjang atau kegiatan yang
tidak berhubungan langsung
dengan proses
produksi.
(2) Penyedia jasa pekerja/
buruh untuk kegiatan jasa
penunjang atau kegiatan
yang tidak
berhubungan langsung
dengan proses produksi harus
memenuhi syarat sebagai
berikut :
a.
adanya hubungan kerja
antara pekerja/buruh dan
perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh.
b.
Perjanjian kerja yang berlaku
dalam hubungan kerja
sebagaimana dimaksud
pada huruf a adalah
perjanjian kerja untuk waktu
tertentu yang memenuhi
persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 dan/
atau perjanjian kerja
waktu tidak tertentu yang
dibuat secara tertulis dan
ditandatangani oleh
kedua
belah pihak.
c.
Perlindungan upah dan
kesejahteraan, syarat-syarat
kerja, serta
perselilsihan
yang timbul menjadi tanggung
jawab perusahaan penyedia
jasa pekerja/buruh;
dan
d.
Perjanjian antara perusahaan
pengguna jasa pekerja/buruh
dan perusahaan lain
yang bertindak sebagai
perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh dibuat secara
tertulis dan wajib memuat
pasal-pasal sebagaimana
dimaksud dalam undang-
undang ini.
(3) Penyedia jasa pekerja/
buruh merupakan bentuk
usaha yang berbadan hukum
dan
memiliki izin dari instansi
yang bertanggung jawab di
bidang
ketenagakerjaan.
------------------------------
*Page 19*
(4) Dalam hal ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2) huruf
a, huruf
b, dan huruf d serta ayat (3)
tidak terpenuhi, maka demi
hukum status
hubungan
kerja antara pekerja/buruh
dan prusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh beralih
menjadi hubungan kerja
antara pekerja/buruh dan
perusahaan pemberi
pekerjaan.
*BAB X*
*PERLINDUNGAN,
PENGUPAHAN DAN
KESEJAHTERAAN*
Bagian Kesatu
Perlindungan
Paragraf 1
Penyandang Cacat
Pasal 67
(1) Pengusaha yang
mempekerjakan tenaga kerja
penyandang cacat wajib
memberikan
perlindungan sesuai dengan
jenis dan derajat
kecacatannya.
(2) Pemberian perlindungan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilaksanakan
sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Paragraf 2
Anak
Pasal 68
Pengusaha dilarang
mempekerjakan anak.
Pasal 69
(1) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68
dapat dikecualikan bagi
anak
yang berumur antara 13 (tiga
belas) tahun sampai dengan
15 (lima belas)
tahun
untuk melakukan pekerjaan
ringan sepanjang tidak
mengganggu perkembangan
dan
kesehatan fisik, mental dan
sosial.
(2) Pengusaha yang
memperkerjakan anak pada
pekerjaan ringan
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
harus memenuhi
persyaratan :
a. izin tertulis dari orang tua
atau wali;
b. perjanjian kerja antara
pengusaha dengan orang tua
atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3
(tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari
dan tidak mengganggu waktu
sekolah;
e. keselamatan dan
kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja
yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai
dengan ketentuan yang
berlaku.
(3) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2)
huruf a, b, f dan g
dikecualikan
bagi anak yang bekerja pada
usaha keluarganya.
Pasal 70
(1) Anak dapat melakukan
pekerjaan di tempat kerja
yang merupakan bagian
dari
kurikulum pendidikan atau
pelatihan yang disahkan oleh
pejabat yang
berwenang.
------------------------------
*Page 20*
(2) Anak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
paling sedikit berumur 14
(empat
belas) tahun.
(3) Pekerjaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
dapat dilakukan dengan
syarat :
a.
diberi petunjuk yang jelas
tentang cara pelaksanaan
pekerjaan serta
bimbingan
dan pengawasan dalam
melaksanakan pekerjaan; dan
b.
diberi perlindungan
keselamatan dan kesehatan
kerja.
Pasal 71
(1) Anak dapat melakukan
pekerjaan untuk
mengembangkan bakat dan
minatnya.
(2) Pengusaha yang
mempekerjakan anak
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)
wajib
memenihi syarat :
a. di bawah pengawasan
langsung dari orang tua atau
wali;
b. waktu kerja paling lama 3
(tiga) jam sehari; dan
c. kondisi dan lingkungan
kerja tidak mengganggu
perkembangan fisik, mental,
sosial, dan waktu sekolah.
(3) Ketentuan mengenai anak
yang bekerja untuk
mengembangkan bakat dan
minat
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 72
Dalam hal anak dipekerjakan
bersama-sama dengan
pekerja/buruh dewasa, maka
tempat
kerja anak harus dipisahkan
dari tempat kerja pekerja/
buruh dewasa.
Pasal 73
Anak dianggap bekerja
bilamana berada di tempat
kerja, kecuali dapat
dibuktikan
sebaliknya.
Pasal 74
(1) Siapapun dilarang
mempekerjakan dan
melibatkan anak pada
pekerjaan-pekerjaan
yang berburuk.
(2) Pekerjaan-pekerjaan yang
terburuk yang dimaksud
dalam ayat (1) meliputi
:
a.
segala pekerjaan dalam
bentuk perbudakan atau
sejenisnya.
b.
Segala pekerjaan yang
memanfaatkan,
menyediakan, atau
menawarkan anak
untuk pelacuran, produksi
pornografi, pertunjukan
porno, atau perjudian.
c.
segala pekerjaan yang
memanfaatkan, menyediakan
atau melibatkan anak
untuk produksi dan
perdagangan minuman keras,
narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya; dan/atau
d.
semua pekerjaan yang
membahayakan kesehatan,
keselamatan atau moral
anak.
(3) Jenis-jenis pekerjaan yang
membahayakan kesehatan,
keselamatan, atau
moral anak
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) huruf d ditetapkan
dengan Keputusan
Menteri
Pasal 75
(1) Pemerintah berkewajiban
melakukan upaya
penanggulangan anak yang
bekerja
di
luar hubungan kerja.
------------------------------
*Page 21*
(2) Upaya penanggulangan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Paragraf 3
Perempuan
Pasal 76
(1) Pekerja/buruh perempuan
yang berumur kurang dari 18
(delapan belas)
tahun
dilarang dipekerjakan antara
pukul 23.00 sampai dengan
pukul 07.00.
(2) Pengusaha dilarang
mempekerjakan pekerja/
buruh perempuan hamil yang
menurut
keterangan dokter berbahaya
bagi kesehatan dan
keselaman kandungannya
maupun
dirinya apabila bekerja antara
pukul 23.00 sampai dengan
pukul 07.00.
(3) Pengusaha yang
mempekerjakan pekerja/
buruh perempuan antara
pukul 23.00
sampai dengan pukul 07.00
wajib :
a.
memberikan makanan dan
minuman bergizi; dan
b.
menjaga kesusilaan dan
keamanan selama di tempat
kerja
(4) Pengusaha wajib
menyediakan angkutan antar
jemput bagi pekerja/buruh
perempuan yang berangkat
dan pulanag bekerja antara
pukul 23.00 sampai
dengan
pukul 05.00
(5) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dan
ayat (4) diatur dengan
Keputusan Menteri.
Paragraf 4
Waktu Kerja
Pasal 77
(1) Setiap pengusaha wajib
melaksanakan ketentuan
waktu kerja.
(2) Waktu kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
meliputi :
a.
7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan
40 (empat puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1
(satu) minggu; atau
b.
8 (delapan) jan 1 (satu) hari
dan 40 (empat puluh) jan 1
(satu) minggu untuk
5
(lima) hari kerja dalam 1
(satu) minggu.
(3) Ketentuan waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) tidak berlaku
bagi
sektor usaha atau pekerjaan
tertentu.
(4) Ketentuan mengenai
waktu kerja pada sektor
usaha atau pekerjaan
tertentu
sebaimana dimaksud dalam
ayaat (3) diatur dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 78
(1) Pengusaha yang
mempekerjakan pekerja/
buruh melebihi waktu kerja
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 ayat
(2) harus memenuhi syarat :
a.
ada persetujuan pekerja/
buruh yang bersangkutan;
dan
b.
waktu kerja lembur hanya
dapat dilakukan paling
banyak 3 (tiga) jam dalam 1
(satu) hari dan 14 (empat
belas) jam dalam 1 (satu)
minggu.
(2) Pengusaha yang
mempekerjakan pekerja/
buruh melebihi waktu kerja
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
wajib membayar upah kerja
lembur.
------------------------------
*Page 22*
(3) Ketentuan waktu kerja
lembur sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
huruf b
tidak
berlaku bagi sektor usaha
atau pekerjaan tertentu.
(4) Ketentuan mengenai
waktu kerja lembur dan upah
kerja lembur sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan
ayat (3) diatur dengan
Keputusan menteri.
Pasal 79
(1) Pengusaha wajib memberi
waktu istirahaat dan cuti
kepada pekerja/buruh.
(2) Waktu istirahat dan cuti
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), meliputi :
a.
istirahat antara jam kerja,
sekurang-kurangnya setengah
jam setelah bekerja
selama 4 (empat) jam terus
menerus dan waktu
istirahaata tersebut tidak
termasuk jam kerja;
b.
istirahat mingguan 1 (satu)
hari untuk 6 (enam) hari kerja
dalam 1 (satu)
minggu atau 2 (dua) hari
untuk 5 (lima) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu.
c.
cuti tahunan, sekurang-
kurangnya 12 (dua belas) hari
kerja setelah
pekerja/buruh yang
bersangkutan bekerja selama
12 (dua belas) bulan secara
terus menerus; dan
d.
istirahat panjang sekurang-
kurangnya 2 (dua) bulan dan
dilaksanakan pada
tahun ketujuh dan kedelapan
masing-masing 1 (satu) bulan
bagi pekerja/buruh
yang telah bekerja selama 6
(enam) tahun secara terus-
menerus pada
perusahaan yang sama
dengan ketentuan pekerja/
buruh tersebut tidak berhak
lagi atas istirahata
tahunannya dalam 2 (dua)
tahun berjalan dan
selanjutnya
berlaku untuk setiap
kelipanan masa kerja 6
(enam) tahun.
(3) Pelaksanaan waktu
istirahat tahunan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2)
huruf c
diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja
bersama.
(4) Hak istirahat panjang
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) huruf d hanya
berlaku
bagi pekerja/buruh yang
bekerja pada perusahaan
tertentu.
(5) Perusahaan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4) diatur dengan
Keputusan
Menteri.
Pasal 80
Pengusaha wajib memberikan
kesempatan yang secukupnya
kepada pekerja/buruh
untuk
melaksanakan ibadah yang
diwajibkan oleh agamanya.
Pasal 81
(1) Pekerja/buruh perempuan
yang dalam masa haid
merasakan sakit dan
memberitahukan kepada
pengusaha, tidak wajib
bekerja pada hari pertama
dan
kedua pada waktu haid.
(2) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.
Pasal 82
(1) Pekerja/buruh perempuan
berhak memperoleh istirahat
selama 1,5 (satu
setengah)
bulan sebelum saatnya
melahirkan anak dan 1,5
(satu setengah) bulan
sesudah
melahirkan menurut
perhitungan dokter
kandungan atau bidan.
------------------------------
*Page 23*
(2) Pekerja/buruh perempuan
yang mengalami keguguran
berhak memperoleh
istirahat
1,5 (satu setengah) bulan
atau sesuai dengan surat
keterangan dokter
kandungan
atau bidan.
Pasal 83
Pekerja/buruh perempuan
yang anaknya masih menyusu
harus diberi kesempatan
sepatutnya untuk menyusui
anaknya jika hal itu harus
dilakukan selamawaktu
kerja.
Pasal 84
Setiap pekerja/buruh yang
menggunakan hak waktu
istirahata sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 79 ayat (2) huruf
b, c, dan d, Pasal 80 dan Pasal
82 berhak
mendapat upah
penuh.
Pasal 85
(1) Pekerja/buruh tidak wajib
bekerja pada hari-hari libur
resmi.
(2) Pengusaha dapat
mempekerjakan pekerja/
buruh untuk bekerja pada
hari-haari libur
resmi apabila jenis dan sifat
pekerjaan tersebut harus
dilaksanakan atau
dijalankan
secara terus menerus atau
pada keadaan lain
berdasarkan kesepakatan
antara
pekerja/buruh dengan
pengusaha.
(3) Pengusaha yang
mempekerjakan pekerja/
buruh yang melakukan
pekerjaan pada
hari libur resmi sebagaimana
dimaksud dalam ayata (2)
wajib membayar upah
kerja
lembur.
(4) Ketentuan mengenai jenis
dan sifat pekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat
(2) diatur dengan Keputusan
Menteri.
Paragraf 5
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
Pasal 86
(1) Setiap pekerja/buruh
mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan
atas :
a.
keselamatan dan kesehatan
kejra;
b.
moral dan kesusilaan; dan
c.
perlakkuan yang sesuai
dengan harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai
agama
(2) Untuk melindungi
keselamatan pekerja/buruh
guna mewujudkan
produktivitas
kerja
yang optimal diselenggarakan
upaya keselamatan dan
kesehatan kerja
(3) Perlindungan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2)
dilaksanakan
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 87
(1) Setiap perusahaan wajib
menerapkan sistem
manajemen keselamatan dan
kesehatan
kerja yang terintegrasi
dengan sistem manajemen
perusahaan.
(2)
Ketentuan mengenai
penerapan sistem manajemen
keselamaatan dan kesehatan
kerja sebagaimana dimaksaud
dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
------------------------------
*Page 24*
Bagian Kedua
Pengupahan
Pasal 88
(1) Setiap pekerja/buruh
berhak memperoleh
penghasilan yang memenuhi
penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.
(2) Untuk mewujudkan
penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1),
pemerintah menetapkan
kebijakan pengupahan yang
melindungi pekerja/buruh.
(3) Kebijakan pengupahan
yang melindungi pekerja/
buruh sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) meliputi :
a.
upah minimum;
b.
upah kerja lembur;
c.
upah tidak masuk kerja
karena berhalangan;
d.
upah tidak masuk kerja
karena melakukan kegiatan
lain di luar pekerjaannya;
e.
upah karena menjalankan
hak eaktu istirahat kerjanya;
f.
bentuk dan acara
pembayaran upah;
g.
denda dan potongan upah;
h.
hal-hal yang dapat
diperhitungkan dengan upah;
i.
struktur dan skala
pengupahan yang
proporsional;
j.
upah untuk membayaran
pesangon; dan
k.
upah untuk perhitungan pajak
penghasilan.
(4) Pemerintah menetapkan
upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3)
huruf a berdasarkan
kebutuhan hidup layak dan
dengan memperhatikan
produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi.
Pasal 89
(1) Upah minimum sebagai
dimaksud dalam Pasal 88 ayat
(3) huruf a dapat
terdiri dari
atas :
a.
upah minimum berdasarkan
wilayah provinsi atau
kabupaten/kota;
b.
upah minimum berdasarkan
sektor pada wilayah provinsi
atau kabupaten/kota.
(2) Upah minimum
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diarahkan kepada
pencapaian kebutuhan hidup
layak.
(3) Upah minimum
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditetapkan oleh
Gubernur
dengan memperhatikan
rekomendasi dari Dewan
Pengupahan Provinsi dan/atau
Bupati/Walikota.
(4) Komponen serta
pelaksanaan tahapan
pencapaian kebutuhan hidup
layak
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 90
(1) Pengusaha dilarang
membayar upah lebih rendah
dari upah minimum
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89.
(2) Bagai pengusaha yang
tidak mampu membayar upah
minimum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89
dapata dilakukan
penangguhan.
(3) Tata cara penangguhan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur dengan
Keputusan Menteri.
------------------------------
*Page 25*
Pasal 91
(1) Pengaturan pengupahan
yang ditetapkan atas
kesepakatan antara
pengusaha
dan
pekerja/buruh atai serikat
pekerja/serikat buruh tidak
boleh lebih rendah
dari
ketentuan pengupahan yang
ditetapkan perataran
perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Dalam hal kesepakatan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) lebih rendah
atau
bertentangan dengan
peraturan perundang-
undangan kesepakatan
tersebut batal
demi hukum, dan pengusaha
wajib membayar upah
pekerja/buruh menurut
peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 92
(1) Pengusaha menyusun
struktur dan skala upah
dengan memperhatikan
golongan,
jabatan, masa kerja,
pendidikan dan kompetensi.
(2) Pengusaha melakukan
meninjauan upah secara
berkala dengan
memperhatikan
kemampuan perusahaan dan
produktivitas.
(3) Ketentuan mengenai
struktur dan skala upah
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)
diatur dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 93
(1) Upah tidak dibayar apabila
pekerja/buruh tidak
melakukan pekerjaan.
(2) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
tidak berlaku, dan
pengusaha
wajib membayar upah
apabila :
a.
pekerja/buruh sakit sehingga
tidak dapat melakukan
pekerjaan;
b.
pekerja/buruh perempuan
yang sakit pada hari pertama
dan kedua masa
haidnya sehingga tidak dapat
melakukan pekerjaan;
c.
pekerja/buruh tidak masuk
bekerja karena pekerja/buruh
menikah,
menikahkan, mengkhitankan,
membaptiskan anaknya, istri
melahirkan dan
keguguran kandungan, suami
atau istri atau anak atau
menantu atau orang tua
atau mertua atau anggora
keluarga dalam satu rumah
meninggal dunia;
d.
pekerja/buruh tidak dapat
melakukan pekerjaannya
karena sedang
menjalankan kewajban
terhadap agamanya;
e.
pekerja/buruh tidak dapat
melakukan pekerjaannya
karena menjalankan
ibadah yang diperintahkan
agamanya;
f.
pekerja/buruh bersedia
melakukan pekerjaan yang
telah dijanjikan tetapi
pengusaha tidak
memperkerjakannya, baik
karena kesalahan sendiri
maupun
halangan yang seharusnya
dapat dihindari pengusaha;
g.
pekerja/buruh melaksanakan
hak istirahat;
h.
pekerja/buruh melaksanakan
tugas serikata pekerja/serikat
buruh atas
persetujuan pengusaha; dan
i.
pekerja/buruh melaksanakan
tugas pendidikan dari
perusahaan.
(3) Upah yang dibayarkan
kepada pekerja/buruh yang
sakit sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (2) huruf a
sebagai berikut :
a.
untuk 4 (empat) bulan
pertama, dibayar 100%
(seratus perseratus) dari
upah;
------------------------------
*Page 26*
b.
untuk 4 (empat) bulan kedua,
dibayar 75% (tujuh puluh lima
perseratus) dari
upah;
c.
untuk 4 (empat) bulan ketiga,
dibayar 50% (lima puluh
perseratus) dari upah;
dan
d.
untuk bulan selanjutnya
dibayar 25% (dua puluh lim
perseratus) dari upah
sebelum pemutusan
hubungan kerja dilakukan
oleh pengusaha.
(4) Upah yang dibayarkan
kepada pekerja/buruh yang
tidak masuk bekerja
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) huruf c sebagai
berikut :
a.
pekerja/buruh menikah,
dibayarkan untuk selama 3
(tiga) hari;
b.
menikahkan anaknya,
dibayarkan untuk selama 2
(dua) hari;
c.
mengkhitankan anaknya,
dibayar untuk selama 2 (dua)
hari;
d.
membaptiskan anaknya,
dibayar untuk selama 2 (dua)
hari;
e.
istri melahirkan atau
keguguran kandungan,
dibayar untuk selama 2 (dua)
hari;
f.
suami/istri, orang tua/mertua
atau anak atau menantu
meninggal dunia,
dibayarkan untuk selama 2
(dua); dan
g.
anggota keluarga dalam satu
rumah meninggal dunia,
dibayar untuk selama 1
(satu) hari.
(5) Pengaturan pelaksanaan
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian
kerja
bersama.
Pasal 94
Dalam hal komponen upah
terdiri dari upah pokok dan
tunjangan tetap muka
besarnya
upah pokok sedikit-dikitnya
75% (tujuh puluh lima
perseratus) dari jumlah
upah pokok
dan tunjangan tetap.
Pasal 95
(1) Pelanggaran yang
dilakukan oleh pekerja/buruh
karena kesenjangan atau
kelalaiannya dapat dikenakan
denda.
(2) Pengusaha yang karena
kesengajaan atau
kelalaiannya mengakibatkan
keterlambatan penbayaran
upah, dikenakan denda sesuai
dengan persentase
tertentu
dari upah pekerja/buruh.
(3) Pemerintah mengatur
pengenaan denda kepada
pengusaha dan/atau
pekerja/buruh,
dalam pembayaran upah.
(4) Dalam hal perusahaan
dinyatakan pailit atau
dilikuidasi berdasarkan
peraturan
perundang-undangan yang
berlaku, maka upah dan hak-
hak lainnya dari
pekerja/buruh merupakan
utang yang didahulukan
pembayarannya.
Pasal 96
Tuntutan pembayaran upah
pekerja/buruh dan segala
pembayaran yang timbul
dari
hubungan kerja menjadi
kadaluwarsa setelah
melampaui jangka waktu
2(dua)
tahun
sejak timbulnya hak.
Pasal 97
----------------

Cara membuat blog dg hp

Blogging Tips
Barusan
ngecek recent visitor blog ini.
Ada yang datang dengan kata
kunci bikin blog lewat HP.
Yapz... tentu saja itu bisa.
Bahkan sangat mudah. Di
zaman yang serba canggih
seperti sekarang ini, bukan
hanya blog yang bisa kita buat
lewat atau melalui hp, tapi
juga website!
FYI, bukan untuk berbangga-
bangga, cuma mau sekedar
sharing pengalaman aja. Awal-
awal syahuri.com ini berawal
dari instalasi wordpress
menggunakan hp saya loh!
Lebih parah lagi, syahuri.info,
mulai dari beli domain di
godaddy, install wordpress dan
settingan dasar seperti
permalink wordpress juga
pakai HP! Tentu tidak seinstant
kalau kita buat lewat PC
dong. ;)
Oke, back to topik. Ada
pengunjung syahuri.com yang
datang dengan keyword bikin
blog lewat hp. Ya tentu dari
om G tersayang dong...
Untuk membuat blog lewat hp,
gampang saja. Yaitu tinggal
buka phone browser, dan
tinggal tuju saja website
penyedia blog gratisan. Seperti
blogger.com atau
wordpress.com. Kalau mau
buatan lokal juga banyak,
walau masih nyolek dari wp,
tapi lumayan juga, seperti
blogdetik.com, nanggroe.com,
dan sebagainya.
Next, ya tinggal cari tombol
sign up atau mendaftar.
Lakukan proses pendaftaran
seperti biasa: mengisi form,
memilik alamat blog, memilih
judul blog, template/tampilan
blog, dan mulai menulis di
blog. ;)
Pada intinya, membuat blog
dari PC atau dari HP pada
hakikatnya proses
pembuatannya sama saja.
Hanya saja fitur web page
yang ada di PC tentu lebih
canggih daripada HP.
So, jika Anda ingin membuat
blog lewat hp, caranya sama
saja dengan cara membuat
blog di komputer seperti
biasa. ;)